Selasa, 12 Mei 2015

Makalah Incest atau hubungan sedarah

BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang
Hubungan Sedarah atau dalam bahasa Inggris disebut incest adalah hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri. Pengertian istilah ini lebih bersifat sosio antropologis daripada biologis (bandingkan dengan kerabat-dalam untuk pengertian biologis) meskipun sebagian penjelasannya bersifat biologis. Hubungan Sedarah diketahui berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan). Fenomena ini juga umum dikenal dalam dunia hewan dan tumbuhan karena meningkatnya koefisien kerabat-dalam pada anak-anaknya.
Akumulasi gen-gen pembawa 'sifat lemah' dari kedua orang tua pada satu individu (anak) terekspresikan karena genotipenya berada dalam kondisi homozigot. Secara sosial, hubungan sumbang dapat disebabkan, antara lain, oleh ruangan dalam rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau sesama saudara pisah kamar. Hubungan sumbang antara orang tua dan anak dapat pula terjadi karena kondisi psikososial yang kurang sehat pada individu yang terlibat. Beberapa budaya juga mentoleransi hubungan sumbang untuk kepentingan-kepentingan tertentu, seperti politik atau kemurnian ras. Akibat hal-hal tadi, hubungan sumbang tidak dikehendaki pada hampir semua masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang hubungan sumbang. Di dalam aturan agama Islam (fiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat. Bagi seseorang tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan dengan orang tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat), saudara dari orang tua, kemenakan, serta cucu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Incest ?
2.      Apa penyebab Incest ?
3.      Bagaimana akibat Incest bagi pelaku?
4.      Bagaimana upaya untuk mengatasi Incest ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian Incest
2.      Untuk mengetahui penyebab Incest
3.      Untuk mengetahui akibat Incest bagi pelakunya
4.      Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi Incest


























BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Incest
Incest adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh individu didalam sebuah keluarga dengan anggota keluarga lainnya, baik itu ayah dengan anak, ibu dengan anak, kakek denagn cucu, kakak dengan adik. Sebagian termasuk kedalam kejahatan atau penganiayaan seksual, dimana perilaku seksual yang dilakukan dapat berupa penganiayaan secara fisik maupun non fisik, oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan yang bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. 
Studi yang dilakukan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur (2000), berhasil mengungkap bahwa pelaku tindak perkosaan ternyata tidak selalu penjahat atau preman kambuhan atau orang yang tidak dikenal korban, tapi acap kali pelakunya adalah orang yang sudah dikenal baik oleh korban, entah itu tetangga, saudara, kerabat, guru, atau bahkan kakek atau ayah kandung korban sendiri. Dari 312 kasus perkosaan yang berhasil diidentifikasi dari berita media massa selama 1996-1999 di Jawa Timur, sekitar 10,4 persen pelakunya ternyata adalah ayah kandung. Tidak mustahil jumlah kasus incest yang sebenarnya jauh lebih besar daripada yang diekspos media massa. Apapun perlindungan hukum yang mengatur incest terdapat pada Undang-undang perlindungan anak (UUPA) pasal 81-82, UUPKDRT, KUHP pasal 285, KUHP pasal 98, KUH Perdata pasal 1365.

B.     Sejarah Incest
Peristiwa incest telah terjadi sejak dulu kala. Dalam sejarah dicatat raja-raja Mesir kuno dan putra-putrinya kerap kali melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu, sangat mungkin bertujuan untuk meningkatkan dan kualitas generasi penerusnya. Pascainvasi Alexander the Great (Iskandar Zulkarain) para bangsawan Mesir banyak yang melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsione. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada Mitologi Mesir Kuno tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis. Sedangakn dalam mitologi Yunani kuno ada kisah Dewa Zeus yang kawin dengan Hera, yang merupakan kakak kandungnya sendiri.
Kisah-kisah tentang incest ini bukan hanya pada mitologi saja, tapi bahkan ada juga yang tercatat dalam kitab suci beberapa agama. Dalam kitab agama Kristen misalnya banyak sekali dikisahkan peristiwa incest yang bahkan sangat tidak masuk akal seperti kisah incest yang melibatkan beberapa orang Nabi beserta keluarganya. Sebagai contoh kisah tentang Lot (Nabi Luth) yang konon melakukan hubungan seks dengan kedua putrinya.

C.    Penyebab Incest
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya incest. Akar dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis.
Dalam ketidakberdayaan tersebut, tanpa adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas. Faktor-faktor struktural tersebut antara lain adalah: 
1.    Konflik budaya
Seperti kita ketahui, perubahan sosial terjadi begitu cepatnya seiring. dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi seperti radio, televisi, VCD, HP, koran, dan majalah telah masuk ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Seiring dengan itu masuk pula budaya-budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan norma-norma setempat.
Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui tayangan televisi maupun tulisan di koran dan majalah. Juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya, tayangan televisi, VCD, dan berita di koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan seksual incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu birahinya. 
2.      Kemiskinan.
Meskipun incest dapat terjadi dalam segala lapisan ekonomi, secara khusus kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai situasi yang sangat potensial menimbulkan incest. Sejak krisis 1998, tingkat kemiskinan di Indonesia semakin tinggi. Banyak keluarga miskin hanya memiliki satu petak rumah. Kita tidak dapat membedakan mana kamar tidur, kamar tamu, atau kamar makan. Rumah yang ada merupakan satu atau dua kamar dengan multi fungsi. Tak pelak lagi, kegiatan seksual terpaksa dilakukan di tempat yang dapat ditonton anggota keluarga lain. Tempat tidur anak dan orangtuanya sering tidak ada batasnya lagi. Ayah yang tak mampu menahan nafsu birahinya mudah terangsang melihat anak perempuannya tidur. Situasi semacam ini memungkinkan untuk terjadinya incest kala ada kesempatan. 
3.        Pengangguran.
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak terjadinya PHK yang berakibat banyak orang yang menganggur. Dalam situasi suit mencari pekerjaan, sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi bila menjadi TKW), membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luar rumah pun butuh biaya. Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam kondisi bertumbuh menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi ayahnya. 

Selain faktor-faktor diatas, Lustig (Sawitri Supardi: 2005) mengemukakan factor-faktor lain yaitu:
1.      Keadaan terjepit, dimana anak perempuan manjadi figur perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu. 
2.      Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya. 
3.      Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah karena kehutuhan untuk mempertahankan facade kestabilan sifat patriachat-nya. 
4.      Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali. 
5.      Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.
6.      Pengawasan dan didikan orangtua yang kurang karena kesibukan orang bekerja mencari nafkah dapat melonggarkan pengawasan oleh orangtua bisa terjadi incest. 
7.      Anak remaja yang normal pada saat mereka remaja dorongan seksualnya begitu tinggi karena pengaruh tayangan yang membangkitkan naluri birahi juga ikut berperan dalam hal ini.

D.    Alasan Anggota Keluarga Melakukan Incest
1.      Ayah sebagai pelaku.
Kemungkinan pelaku mengalami masa kecil yang kurang menyenangkan, latar belakang keluarga yang kurang harmonis, bahkan mungkin saja pelaku merupakan korban penganiayaan seksual di masa kecilnya. Pelaku cenderung memiliki kepribadian yang tidak matang, pasif, dan cenderung tergantung pada orang lain. Ia kurang dapat mengendalikan diri/hasratnya, kurang dapat berfikir secara realistis, cenderung pasif-agresif dalam mengekpresikan emosinya, kurang memiliki rasa percaya diri. Selain itu, kemungkinan pelaku adalah pengguna alkohol atau obat-obatan terlarang lainnya.
2.    Ibu sebagai pelaku.
Ibu yang melakukan penganiayaan seksual cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan mengalami gangguan emosional. Ibu yang melakukan incest terhadap anak laki-lakinya cenderung didorong oleh keinginan adanya figur ‘pria lain’ dalam kehidupannya, karena kehadiran suami secara fisik maupun emosinal dirasakan kurang sehingga ia berharap anak laki-lakinya dapat memenuhi keinginan yang tidak didapatkan dari suaminya. Kasus ini jarang didapati, terutama karena secara naluriah wanita cenderung memiliki sifat mengasuh dan ‘melindungi’ anak.
3.    Saudara kandung sebagai pelaku.
Kakak korban yang melakukan penganiayaan seksual biasanya menirukan perilaku orang tuanya atau memiliki keinginan mendominasi/ menghukum adiknya. Selain itu, penganiayaan seksual mungkin pula dilakukan oleh orang tua angkat/tiri, atau orang lain yang tinggal serumah dengan korban, misalnya saudara angkat.





E.     Jenis-jenis incest berdasarkan penyebabnya
Jenis-jenis incest berdasarkan penyebabnya adalah:
1.      Incest yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki perempuan remaja yang tidur sekamar, bisa tergoda melakukan eksperimentasi seksual sampai terjadi incest.
2.      Incest akibat psikopatologi berat. Jenis ini bias terjadi antara ayah yang alkoholik atau psikopatik dengan anak perempuannya. Penyebabnya adalah kondornya control diri akibat alcohol atau psikopati sang ayah.
2.      Incest akibat pedofilia, misalnya seorang lelaki yang haus menggauli anak-anak perempuan dibawah umur, termasuk anaknya sendiri.
3.      Incest akibat contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi senonoh melakukan incest karena meniru ayahnya melakukan perbuatan yang sama dengan kakak atau adik perempuannya.
4.      Incest akibat patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang tidak harmonis. Seorang suami-ayah yang tertekan akibat sikap memusuhi serba mendominasi dari istrinya bias terpojok melakukan incest dengan anak perempuannya.

F.     Akibat Incest
Ada beberapa akibat dari perilaku incest ini, khususnya yang terjadi karena paksaan. Diantaranya adalah:
1.      Gangguan psikologis. Gangguan psikologis akibat dan kekerasan seksual atau trauma post sexual abuse, antara lain : tidak mampu mempercayai orang lain, takut atau khawatir ‘’’dalam berhubungan seksual, depresi, ingin bunuh diri dan perilaku merusak diri sendiri yang lain, harga diri yang rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain, dan makan tidak teratur. 
2.      Secara medis menunjukan bahwa anak hasil dari hubungan incest berpotensi besar untuk mengalami kecatatan baik fisik ataupun mental.
3.      Akibat lain yang cukup meresahkan korban adalah mereka sering disalahkan dan mendapat stigma (label) yang buruk. Padahal, kejadian yang mereka alami bukan karena kehendaknya. Mereka adalah korban kekerasan seksual. Orang yang semestinya disalahkan adalah pelaku kejahatan seksual tersebut. 
4.      Berbagai studi memperlihatkan, hingga dewasa, anak-anak korban kekerasan seksual seperti incest biasanya akan memiliki self-esteem (rasa harga diri) rendah, depresi, memendam perasaan bersalah, sulit mempercayai orang lain, kesepian, sulit menjaga membangun hubungan dengan orang lain, dan tidak memiliki minat terhadap seks.
5.      Studi-studi lain bahkan menunjukkan bahwa anak-anak tersebut akhirnya ketika dewasa juga terjerumus ke dalam penggunaan alkohol dan obat terlarang, pelacuran, dan memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan seksual kepada anak-anak. 

G.    Upaya Mengatasi Incest
Untuk menghindari terjadinya incest yang baik disertai atapun tidak disertai kekerasan seksual, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut: 
1.      Memperkuat keimanan dengan menjalankan ajaran agama secara benar. Bukan hanya mengutamakan ritual, tetapi terutama menghayati nilai-nilai yang diajarkan sehingga menjadi bagian integral dari diri sendiri. Hal ini dapat dicapai dengan penghayatan akan Tuhan sebagai pribadi, sehingga relasi dengan Tuhan bersifat “mempribadi”, bukan sekadar utopia yang absurd. 
2.      Memperkuat rasa empati, sehingga lebih sensitif terhadap penderitaan orang lain, sekaligus tidak sampai hati membuat orang lain sebagai korban. 
3.      Mengisi waktu luang dengan kegiatan kreatif-positif. 
4.      Menjauhkan diri dan keluarga dari hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat.
5.      Memberikan pengawasan dan bimbingan terhadap anggota keluarga, sehingga dapat terkontrol.
6.      Memberikan pendidikan seks sejak dini, sesuai dengan usia anak. 
7.      Waspada dalam mengasuh anak. Tidak membiasakan anak di rumah sendirian dengan anggota keluarga yang berlainan jenis.
8.      Tidak mengabaikan kata hati tiap ada gelagat yang menjurus pada tindakan pelecehan dalam keluarga.
9.      Memisahkan tempat tidur anak mulai umur 3 tahun dari ayah atau saudara baik sesama jenis kelamin maupun berlainan jenis kelamin.
10.  Perlu juga melibatkan orang lain di luar lingkungan keluarga
11.  Lapor pada petugas penegak hukum walaupun dibawah ancaman.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Pelanggaran norma seks yang dilakukan manusia semakin hari semakin meningkat jumlah dan kualitasnya. Dan hal tersebut terjadi disebabkan oleh berbagai macam faktor dan yang pastinya dalam hal ini perempuanlah yang selalu menjadi korban atau dalam posisi yang lemah.Agama Islam sendiri melarang inses, selain karena inses bisa mengacaukan hubungan nasab, juga berakibat buruk pada aspek psikologis, sosial budaya, dan kesehatan korban. 
     Serta Islam sendiri merupakan agama yang memosisikan antara pria dan wanita setara sehingga inses adalah perbuatan melanggar moral. Bahkan pelakunya sendiri dianggap keji dan biadab melebihi binatang karena binatang sendiri tidak pernah memangsa anaknya.Pencegahan kasus inses dalam masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi dan peningkatan peran serta kemandirian perempuan dalam masyarakat.
B.    Saran
1.   Sebagai seorang kepala keluarga hendaknya seorang ayah mampu mengarahkan keluarganya kejalan yang baik.
2.   Seorang ibu hendaknya dapat mendidik dan memantau perkembangan anaknya dengan baik meskipun ibu tersebut seorang wanita karir
3.   Untuk mempertahankan keutuhan keluarga hendaknya dibutuhkan keterbukaan dan kasih sayang antar anggota keluarga.











DAFTAR PUSTAKA

Maryanti, Dwi. Majestika S. 2009. Kesehaan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika
Widyastuti, Yani. dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitrayama



1 komentar: