BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hubungan
Sedarah atau dalam bahasa Inggris disebut incest adalah hubungan saling
mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki
ikatan keluarga kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak
perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung
atau saudara tiri. Pengertian istilah ini lebih bersifat sosio antropologis
daripada biologis (bandingkan dengan kerabat-dalam untuk pengertian biologis)
meskipun sebagian penjelasannya bersifat biologis. Hubungan Sedarah diketahui berpotensi tinggi menghasilkan
keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau
bahkan letal (mematikan). Fenomena ini juga umum dikenal dalam dunia hewan dan
tumbuhan karena meningkatnya koefisien kerabat-dalam pada anak-anaknya.
Akumulasi
gen-gen pembawa 'sifat lemah' dari kedua orang tua pada satu individu (anak)
terekspresikan karena genotipenya berada dalam kondisi homozigot. Secara sosial, hubungan sumbang dapat disebabkan, antara
lain, oleh ruangan dalam rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau
sesama saudara pisah kamar. Hubungan sumbang antara orang tua dan anak dapat
pula terjadi karena kondisi psikososial yang kurang sehat pada individu yang terlibat.
Beberapa budaya juga mentoleransi hubungan sumbang untuk
kepentingan-kepentingan tertentu, seperti politik atau kemurnian ras. Akibat hal-hal tadi, hubungan sumbang tidak dikehendaki pada
hampir semua masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang hubungan
sumbang. Di dalam aturan agama Islam (fiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim
yang mengatur hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat.
Bagi seseorang tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan
dengan orang tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan
saudara angkat), saudara dari orang tua, kemenakan, serta cucu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Incest ?
2.
Apa penyebab Incest ?
3.
Bagaimana
akibat Incest bagi pelaku?
4.
Bagaimana upaya
untuk mengatasi Incest ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian Incest
2.
Untuk mengetahui penyebab Incest
3.
Untuk mengetahui akibat Incest bagi pelakunya
4.
Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi Incest
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Incest
Incest adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh
individu didalam sebuah keluarga dengan anggota keluarga lainnya, baik itu ayah
dengan anak, ibu dengan anak, kakek denagn cucu, kakak dengan adik. Sebagian
termasuk kedalam kejahatan atau penganiayaan seksual, dimana perilaku seksual
yang dilakukan dapat berupa penganiayaan secara fisik maupun non fisik, oleh
orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan yang bertujuan untuk memuaskan
hasrat seksual pelakunya.
Studi yang dilakukan Lembaga Perlindungan Anak
(LPA) Jawa Timur (2000), berhasil mengungkap bahwa pelaku tindak perkosaan
ternyata tidak selalu penjahat atau preman kambuhan atau orang yang tidak
dikenal korban, tapi acap kali pelakunya adalah orang yang sudah dikenal baik
oleh korban, entah itu tetangga, saudara, kerabat, guru, atau bahkan kakek atau
ayah kandung korban sendiri. Dari 312 kasus perkosaan yang berhasil
diidentifikasi dari berita media massa selama 1996-1999 di Jawa Timur, sekitar
10,4 persen pelakunya ternyata adalah ayah kandung. Tidak mustahil jumlah kasus
incest yang sebenarnya jauh lebih besar daripada yang diekspos media massa. Apapun perlindungan hukum
yang mengatur incest terdapat pada Undang-undang perlindungan anak (UUPA) pasal
81-82, UUPKDRT, KUHP pasal 285, KUHP pasal 98, KUH Perdata pasal 1365.
B.
Sejarah Incest
Peristiwa incest telah terjadi sejak dulu kala.
Dalam sejarah dicatat raja-raja Mesir kuno dan putra-putrinya kerap kali
melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu, sangat mungkin bertujuan
untuk meningkatkan dan kualitas generasi penerusnya. Pascainvasi Alexander the
Great (Iskandar Zulkarain) para bangsawan Mesir banyak yang melakukan
perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan
berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah
perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsione. Beberapa ahli
berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa.
Toleransi semacam ini didasarkan pada Mitologi Mesir Kuno tentang perkawinan
Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis. Sedangakn dalam mitologi Yunani kuno
ada kisah Dewa Zeus yang kawin dengan Hera, yang merupakan kakak kandungnya
sendiri.
Kisah-kisah tentang incest ini bukan hanya pada
mitologi saja, tapi bahkan ada juga yang tercatat dalam kitab suci beberapa
agama. Dalam kitab agama Kristen misalnya banyak sekali dikisahkan peristiwa
incest yang bahkan sangat tidak masuk akal seperti kisah incest yang melibatkan
beberapa orang Nabi beserta keluarganya. Sebagai contoh kisah tentang Lot (Nabi
Luth) yang konon melakukan hubungan seks dengan kedua putrinya.
C.
Penyebab Incest
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya
incest. Akar dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek
struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas
situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia
seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap dan menganggap diri lebih
berkuasa) akan sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan
mental-psikologis.
Dalam ketidakberdayaan tersebut, tanpa adanya iman
sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan
primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas. Faktor-faktor struktural
tersebut antara lain adalah:
1.
Konflik budaya
Seperti kita ketahui, perubahan sosial terjadi
begitu cepatnya seiring. dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi
seperti radio, televisi, VCD, HP, koran, dan majalah telah masuk ke seluruh
pelosok wilayah Indonesia. Seiring dengan itu masuk pula budaya-budaya baru
yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan norma-norma setempat.
Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks
melalui tayangan televisi maupun tulisan di koran dan majalah. Juga informasi
dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya, tayangan
televisi, VCD, dan berita di koran atau majalah yang sering menampilkan
kegiatan seksual incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi
mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu birahinya.
2.
Kemiskinan.
Meskipun incest dapat terjadi dalam segala lapisan
ekonomi, secara khusus kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai situasi yang
sangat potensial menimbulkan incest. Sejak krisis 1998, tingkat kemiskinan di
Indonesia semakin tinggi. Banyak keluarga miskin hanya memiliki satu petak
rumah. Kita tidak dapat membedakan mana kamar tidur, kamar tamu, atau kamar
makan. Rumah yang ada merupakan satu atau dua kamar dengan multi fungsi. Tak
pelak lagi, kegiatan seksual terpaksa dilakukan di tempat yang dapat ditonton
anggota keluarga lain. Tempat tidur anak dan orangtuanya sering tidak ada
batasnya lagi. Ayah yang tak mampu menahan nafsu birahinya mudah terangsang
melihat anak perempuannya tidur. Situasi semacam ini memungkinkan untuk
terjadinya incest kala ada kesempatan.
3.
Pengangguran.
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak
terjadinya PHK yang berakibat banyak orang yang menganggur. Dalam situasi suit
mencari pekerjaan, sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri
banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi
bila menjadi TKW), membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luar rumah
pun butuh biaya. Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam kondisi
bertumbuh menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi ayahnya.
Selain
faktor-faktor diatas, Lustig (Sawitri Supardi: 2005) mengemukakan factor-faktor
lain yaitu:
1.
Keadaan terjepit, dimana anak perempuan manjadi
figur perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti
ibu.
2.
Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu
mengatasi dorongan seksualnya.
3.
Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual
di luar rumah karena kehutuhan untuk mempertahankan facade kestabilan sifat
patriachat-nya.
4.
Ketakutan akan perpecahan keluarga yang
memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi
struktur daripada pecah sama sekali.
5.
Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak
berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.
6.
Pengawasan dan didikan orangtua yang kurang karena
kesibukan orang bekerja mencari nafkah dapat melonggarkan pengawasan oleh
orangtua bisa terjadi incest.
7.
Anak remaja yang normal pada saat mereka remaja
dorongan seksualnya begitu tinggi karena pengaruh tayangan yang membangkitkan
naluri birahi juga ikut berperan dalam hal ini.
D.
Alasan Anggota Keluarga Melakukan Incest
1.
Ayah sebagai pelaku.
Kemungkinan pelaku mengalami masa kecil yang
kurang menyenangkan, latar belakang keluarga yang kurang harmonis, bahkan
mungkin saja pelaku merupakan korban penganiayaan seksual di masa kecilnya.
Pelaku cenderung memiliki kepribadian yang tidak matang, pasif, dan cenderung
tergantung pada orang lain. Ia kurang dapat mengendalikan diri/hasratnya,
kurang dapat berfikir secara realistis, cenderung pasif-agresif dalam
mengekpresikan emosinya, kurang memiliki rasa percaya diri. Selain itu,
kemungkinan pelaku adalah pengguna alkohol atau obat-obatan terlarang lainnya.
2.
Ibu sebagai pelaku.
Ibu yang melakukan penganiayaan seksual cenderung
memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan mengalami gangguan emosional. Ibu
yang melakukan incest terhadap anak laki-lakinya cenderung didorong oleh
keinginan adanya figur ‘pria lain’ dalam kehidupannya, karena kehadiran suami
secara fisik maupun emosinal dirasakan kurang sehingga ia berharap anak
laki-lakinya dapat memenuhi keinginan yang tidak didapatkan dari suaminya.
Kasus ini jarang didapati, terutama karena secara naluriah wanita cenderung
memiliki sifat mengasuh dan ‘melindungi’ anak.
3.
Saudara kandung sebagai pelaku.
Kakak korban yang melakukan penganiayaan seksual
biasanya menirukan perilaku orang tuanya atau memiliki keinginan mendominasi/ menghukum adiknya. Selain itu, penganiayaan
seksual mungkin pula dilakukan oleh orang tua angkat/tiri, atau orang lain yang
tinggal serumah dengan korban, misalnya saudara angkat.
E.
Jenis-jenis incest berdasarkan penyebabnya
Jenis-jenis incest berdasarkan
penyebabnya adalah:
1.
Incest yang terjadi
secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki perempuan remaja yang tidur
sekamar, bisa tergoda melakukan eksperimentasi seksual sampai
terjadi incest.
2.
Incest akibat psikopatologi berat.
Jenis ini bias terjadi antara ayah yang alkoholik atau psikopatik
dengan anak perempuannya. Penyebabnya adalah kondornya control diri akibat
alcohol atau psikopati sang ayah.
2.
Incest akibat pedofilia, misalnya
seorang lelaki yang haus menggauli anak-anak perempuan dibawah umur, termasuk
anaknya sendiri.
3.
Incest akibat contoh buruk dari
ayah. Seorang lelaki menjadi senonoh melakukan incest karena meniru ayahnya
melakukan perbuatan yang sama dengan kakak atau adik perempuannya.
4.
Incest akibat patologi keluarga
dan hubungan perkawinan yang tidak harmonis. Seorang suami-ayah yang tertekan
akibat sikap memusuhi serba mendominasi dari istrinya bias terpojok
melakukan incest dengan anak perempuannya.
F.
Akibat Incest
Ada beberapa akibat dari perilaku incest ini, khususnya
yang terjadi karena paksaan. Diantaranya adalah:
1.
Gangguan psikologis. Gangguan psikologis akibat
dan kekerasan seksual atau trauma post sexual abuse, antara lain : tidak mampu
mempercayai orang lain, takut atau khawatir ‘’’dalam berhubungan seksual,
depresi, ingin bunuh diri dan perilaku merusak diri sendiri yang lain, harga
diri yang rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri dan tidak mau bergaul
dengan orang lain, dan makan tidak teratur.
2.
Secara medis menunjukan bahwa anak hasil dari
hubungan incest berpotensi besar untuk mengalami kecatatan baik fisik ataupun
mental.
3.
Akibat lain yang cukup meresahkan korban adalah
mereka sering disalahkan dan mendapat stigma (label) yang buruk. Padahal,
kejadian yang mereka alami bukan karena kehendaknya. Mereka adalah korban
kekerasan seksual. Orang yang semestinya disalahkan adalah pelaku kejahatan
seksual tersebut.
4.
Berbagai studi memperlihatkan, hingga dewasa,
anak-anak korban kekerasan seksual seperti incest biasanya akan memiliki
self-esteem (rasa harga diri) rendah, depresi, memendam perasaan bersalah,
sulit mempercayai orang lain, kesepian, sulit menjaga membangun hubungan dengan
orang lain, dan tidak memiliki minat terhadap seks.
5.
Studi-studi lain bahkan menunjukkan bahwa
anak-anak tersebut akhirnya ketika dewasa juga terjerumus ke dalam penggunaan
alkohol dan obat terlarang, pelacuran, dan memiliki kecenderungan untuk
melakukan kekerasan seksual kepada anak-anak.
G.
Upaya Mengatasi Incest
Untuk menghindari terjadinya incest yang baik
disertai atapun tidak disertai kekerasan seksual, perlu dilakukan tindakan
sebagai berikut:
1.
Memperkuat keimanan dengan menjalankan ajaran
agama secara benar. Bukan hanya mengutamakan ritual, tetapi terutama menghayati
nilai-nilai yang diajarkan sehingga menjadi bagian integral dari diri sendiri.
Hal ini dapat dicapai dengan penghayatan akan Tuhan sebagai pribadi, sehingga
relasi dengan Tuhan bersifat “mempribadi”, bukan sekadar utopia yang absurd.
2.
Memperkuat rasa empati, sehingga lebih sensitif
terhadap penderitaan orang lain, sekaligus tidak sampai hati membuat orang lain
sebagai korban.
3.
Mengisi waktu luang dengan kegiatan
kreatif-positif.
4.
Menjauhkan diri dan keluarga dari hal-hal yang
dapat membangkitkan syahwat.
5.
Memberikan pengawasan dan bimbingan terhadap
anggota keluarga, sehingga dapat terkontrol.
6.
Memberikan pendidikan seks sejak dini, sesuai
dengan usia anak.
7.
Waspada dalam mengasuh anak. Tidak
membiasakan anak di rumah sendirian dengan anggota keluarga yang berlainan
jenis.
8.
Tidak mengabaikan kata hati tiap ada gelagat
yang menjurus pada tindakan pelecehan dalam keluarga.
9.
Memisahkan tempat tidur anak mulai umur
3 tahun dari ayah atau saudara baik sesama jenis kelamin maupun berlainan jenis
kelamin.
10. Perlu juga melibatkan orang
lain di luar lingkungan keluarga
11. Lapor pada petugas penegak
hukum walaupun dibawah ancaman.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pelanggaran norma seks yang dilakukan manusia semakin hari semakin meningkat jumlah dan kualitasnya. Dan hal tersebut terjadi disebabkan oleh berbagai macam faktor dan yang pastinya dalam hal ini perempuanlah yang selalu menjadi korban atau dalam posisi yang lemah.Agama Islam sendiri melarang inses, selain karena inses bisa mengacaukan hubungan nasab, juga berakibat buruk pada aspek psikologis, sosial budaya, dan kesehatan korban.
Pelanggaran norma seks yang dilakukan manusia semakin hari semakin meningkat jumlah dan kualitasnya. Dan hal tersebut terjadi disebabkan oleh berbagai macam faktor dan yang pastinya dalam hal ini perempuanlah yang selalu menjadi korban atau dalam posisi yang lemah.Agama Islam sendiri melarang inses, selain karena inses bisa mengacaukan hubungan nasab, juga berakibat buruk pada aspek psikologis, sosial budaya, dan kesehatan korban.
Serta Islam
sendiri merupakan agama yang memosisikan antara pria dan wanita setara sehingga
inses adalah perbuatan melanggar moral. Bahkan pelakunya sendiri dianggap keji
dan biadab melebihi binatang karena binatang sendiri tidak pernah memangsa
anaknya.Pencegahan kasus inses dalam masyarakat dapat dilakukan dengan
melakukan sosialisasi dan peningkatan peran serta kemandirian perempuan dalam
masyarakat.
B.
Saran
1.
Sebagai seorang kepala keluarga hendaknya seorang
ayah mampu mengarahkan keluarganya kejalan yang baik.
2.
Seorang ibu hendaknya dapat mendidik dan memantau
perkembangan anaknya dengan baik meskipun ibu tersebut seorang wanita karir
3.
Untuk mempertahankan keutuhan keluarga hendaknya
dibutuhkan keterbukaan dan kasih sayang antar anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Maryanti, Dwi. Majestika S. 2009. Kesehaan
Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika
Widyastuti, Yani. dkk. 2009. Kesehatan
Reproduksi. Yogyakarta : Fitrayama
Hubungan incest sangat lazim di Iceland: Hubungan Seks Sedarah di Iceland
BalasHapus