Selasa, 12 Mei 2015

Naskah drama tentang Incest

Naskah Drama
Incest

Pengenalan Tokoh
Lothfia Rahmi sebagai Pak Salam
Mutiara sebagai Dini
Ririn Puji Astuti sebagai Ibu Murni
Siti Fahriyanti sebagai Ibu Mayang dan Narator

Dini adalah anak tunggal dari keluarga Bapak Salam dan Ibu Murni. Dia adalah seorang pelajar yang sekarang ini duduk di bangku SMA. Keluarganya selalu harmonis. Hingga suatu ketika ayah Dini terkena PHK dan menyebabkan keretakan di dalam keluarganya.
Pak Salam       : (pulang ke rumah dengan wajah kusut, sembari melempar tasnya) Aaaaahh...  kenapa proyek yang selama ini berjalan lancar tiba-tiba jadi hancur berantakan!?
Ibu Murni        : (Datang menghampiri Suaminya) Ada apa Pa? (cemas)
Pak Salam       : Proyek Papa gagal Ma, dan tiba-tiba Pak Direktur memberi Papa Surat Pemberhentian kerja ( dengan rasa sedih)
Ibu Murni        : Astagfirullah ... Kenapa bisa Pa?
Pak Salam       : Papa juga tidak mengerti Ma.. AAAHHH ! Papa Pusing! Sudah mati-matian Papa mengurus proyek ini dan sekarang tidak dihargai sama sekali!
Ibu Murni        : Yasudah Pa.. Papa istirahat saja dulu. (sembari membereskan tas suaminya)
Pak Salam yang terlihat kesal langsung menuju ke kamar untuk beristirahat serta menenangkan diri. Ibu Murni hanya dapat menahan sedihnya. Tak ada yang dapat dia lakukan. Di Pelataran rumah dia. Duduk di sebuah kursi sambil bergumam
Ibu Murni        : Ya Allah.. Bagaimana ini... ketika Ayah bekerja pun, rasanya kebutuhan di rumah pun pas-pasan... bagaimana dengan sekarang? Mau makan apa kami... belum lagi untuk biaya sekolahnya Dini. (sedih)
Tak lama, Dini pun pulang
Dini                 : Assalamualaikum Ma... ( sampil mencium tangan Ibunya)
Ibu Murni        : Wa’alaikumsalam ...
Dini  sedikit bingung melihat raut di wajah ibunya. Terlihat sedih dan kebingungan. Memunculkan berbagai tanda tanya di pikiran Dini
Dini                 : Lho ? Ma.. Papa sudah pulang?  Biasanya kan papa pulang malam ma?
Ibu Murni        : (langsung mendekap anaknya) Ayahmu... Din... Di berhentikan (sambil menitikan air mata)
Dini                 : P—Papa... di ber—hentikan ?
Kini Lengkap sudah, berbagai tanda tanya yang melayang dipikirannya telah terjawab dengan jelas. Dini hanya dapat terdiam dalam dekapan ibunya yang sedang sedih.
Seminggu... Dua minggu terlewati. Dengan sisa-sisa tabungan yang selama ini dikumpulkan dari uang belanja yang disisihkan oleh Ibu Murni, kian hari, kian menipis. Mereka mencukupi hidupnya dari uang tersebut. Menunggu Pak Salam yang sedang mencoba mendapatkan pekerjaan, namun tak satu pun kantor menerimanya.
Ibu Murni        : Bagaimana Pa? Sudah dapat kerja?
Pak Salam       : Belum Ma, Aku heran kenapa tidak ada kantor yang dapat menerima ku !!? (emosinya kembali meluap) (sembari melempar berkas-berkas untuk melamar kerja ke lantai, dan masuk ke kamar)
Ibu Murni hanya dapat syok akan perilaku suaminya yang menjadi lebih tempramen setelah terkena PHK. Ada terhinggap dibenaknya untuk mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarganya. Hingga suatu ketika tetangganya menawarkan suatu pekerjaan.’
Ibu Mayang       : Bu Murni? Kenapa, kok terlihat muram wajahnya?
Ibu Murni          : Aah.. ibu Mayang,. Iya bu, saya lagi pusing. Suami saya baru saja terkena PHK. Sekarang lagi mencari-cari pekerjaan Bu...
Ibu Mayang       : wah .. kebetulan ini Bu, Temen ku, di kota lagi mencari pembantu. Dibayar di depan selama 3 bulan lho. Ibu mau?
Ibu Murni        : Wah.. benarkah .. Saya mau, Bu !
Ibu Mayang     : Ini bu, ibu bisa hubungi nomer ini.
Ibu Murni        : Terima kasih banyak Bu...
Ibu Mayang     : Iya Bu.. Sama-sama
Ibu Murni melamar bekerja dan akhirnya di terima.
Di pagi sabtu, ia sedang berkemas barang untuk bekerja di kota jakarta.
Dini                   : Ma.. Mama benar ingin pergi? (dengan rasa pilu)
Ibu Murni          : Bukan maksud Mama ninggalin Dini... Mama Cuma kerja nak, mama akan pulang secepatnya. Dini baik-baik ya di rumah (sembari memeluk Dini)
Dini                   : Iya Maa...
Ibu Murni          : Paa.. Mama berangkat ya.. Tolong jaga Dini Baik-baik. Nanti kalau ada waktu libur, Mama akan pulang ... (sembari mencium tangan suaminya untuk berpamitan)
Pak Salam         : Iya Ma... Hati-hati yaa.. Kabarin Papa kalau ada apa-apa.
Kemudian Ibu Murni pergi untuk mencari nafkah. Beberapa hari telah berlalu dengan cepat. Namun,
Pak Salam tidak pula mendapatkan pekerjaan.
Dini                   : Pa... Bagaimana? Di terima Pa?
Pak Salam         : Belum ... (Sambil kesal)
Dini                   : Ya sudah Pa.. Mungkin belum rezekinya (dengan pasrah)
Pak Salam         : Ah.. Papa Sudah pusing! Mana kopi buat Papa ?!
Dini                   : Iya Pa.. Sebentar
(beberapa waktu kemudian)
Dini                   : Ini Pa... silahkan minum (sambil menyuguhkan secangkir kopi untuk ayahnya)
Pak Salam         : (meminum kopi) AAAAHH ! Minuman apa ini? (sambil memukul meja)
Dini                   : (ketakutan)
Pak Salam         : PAHIT SEKALI ! Kamu mau membunuh Papa ??!!
Dini                   : Ma—Maaf Pa... Di—Dini..... (tergagap-gagap)
Pak Salam         : (beranjak dari kursinya) AAHH ! dasar anak tidak berguna ! (mendorong Dini hingga jatuh ke lantai)
Dini hanya dapat bersedih melihat perilaku ayahnya yang kian hari kian emosional.
Suatu siang di hari minggu, hujan sedang turun deras. Dini yang sedang tertidur lelap tiba-tiba terbangun mendengar langkah suara kaki.
Dini                   : Papaa? (setengah sadar)
Tiba-tiba Pak Salam memeluk Dini dan berencana mempergauli anaknya. Dini yang sontak kaget melihat perilaku ayahnya yang mencurigakan dengan refleks dia mendorong ayahnya.
Dini                   : P—Papaa Kenapaa?
Pak Salam         : Papa Sayang Dini (memeluk anaknya)
Dini                   : Ja—Jangan Paaaa.... (menolak)
Pak Salam         : (memukul Dini dan mempergauli anaknya)
Dini                   : Ti—Tidaaaaaaaaaaaak .... Jaaa-Jangan Paa... Mamaaa... Tolong...
Dini yang tidak tau apa-apa hanya dapat menangis. Memandang dirinya yang telah di sentuh oleh ayahnya sendiri. Dia meringis ketakutan.
Dini                   : Ma—Mamaa... (menangis) Cepat pulaang Ma...
Dia mencoba menghubungi ibunya. Melihat hal tersebut ayahnya langsung merebut handphone dari tangan Dini
Pak salam          : (sang ayah melemparkan handpone ke dinding sambil memarahi anaknya). Kamu berani mengadu pada ibu mu !?
Dini                   : (sambil menangis)
Beberapa hari kemudian, Dini hanya dapat mengurung diri di kamar. Ayahnya menghampiri dan ingin melakukan hal tidak senonoh kembali kepada Dini. Untungnya, pada hari itu ibu Murni pulang ke rumah.
Ibu Murni          : Astagfirullah... (terkejut). Apa yang kalian lakukan??!!
Dini                   : Ma—Maaaa.. (memeluk ibunya sambil menangis)
Pak Salam         : (dia hanya dapat terdiam)
Ibu Murni          : Astagfirullah Paa... Tega-teganya Papa melakukan hal seperti ini !
Pak Salam         : I—Ini tidak.....
Ibu Murni          : AKU MINTA CERAI PA ! PAPA JAHAT ! (sambil merangkul
Pak Salam         : Ta—Tapi Ma... Papa Bisa jelasin !
Ibu Murni pun meninggalkan Pak Salam, karena tak tahan melihat tubuh anaknya yang gemetar.
Dini hanya dapat menangis.
Sesampai di sebuah pondok kecil. Dini dan Ibunya berteduh dan beristirahat sejenak.
Dini                   : Ma—Maaa... Dini sudah tidak suci! Huueee.. (dengan depresi)
Ibu Murni          : Dini.. Dini yang sabar ya.. Dini yang kuat... Mama tidak akan meninggalkan dini lagi.. mama janji.. mama akan selalu ada di samping Dini.. menjaga Dini. (memeluk erat Dini)
Ibu Murni kecewa terhadap perilaku suaminya, dia hanya dapat memeluk anaknya yang tak henti-henti menangis. Kemudian Para tetangga pun mendengar kegaduhan tersebut dan diam-diam tetangga mendengar apa yang terjadi antara Dini dan pak Salam. Akhirnya warga melaporkan hal tersebut ke pihak yang berwajib dan pak Salam masuk Penjara.
TAMAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar